Jumat, 02 Oktober 2009

Orkestra Malam Hari, Andalas bertabur airmata

Terasa belum kering airmata di Tasikmalaya, sudah tumpah lagi di Andalas. Gempa berkekuatan 7,6 skala Ricter dan 240 lebih gempa susulan di Pariaman, Padang, Sumatra Barat, sudah lebih dari cukup untuk menguras air mata, mengurai ribuan luka yang beranjak kering. Tak ada salahnya, kalau ada kesempatan, untuk mencoba menyimak jari jemari Ebiet G. Ade memetik dawai gitar, bolehlah sambil menikmati secangkir kopi sambil menyapu pandang pada rumput-rumput yang bergoyang, mungkin kita menemukan jawaban atas bencana dan musibah yang selalu memenggal mimpi-mimpi indah anak-anak kita.AtauTuhan mulai bosan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu penuh dengan dosa-dosa...?
***
Padahal, ada yang bilang, negeri ini adalah negri yang gemah ripah, subur makmur-loh jinawi. Negeri yang kaya raya. Apapun yang ditaburkan di atas bumi pertiwi ini pasti kan bersemi dan tumbuh dengan subur.
Sawah pernah menghantarkan negeri ini ke pentas dunia dengan bendera eksportir beras. Perkebunan menyumbang kopi, teh, karet, sawit, rempah-rempah dsb. dsb. Hutan menyajikan kayu-kayu yang siap diolah menjadi aneka bahan produksi, termasuk produksi pembalak-pembalak liar (illegal loging).
Bukan hanya itu, ibu pertiwi terkenal bobot, bibit dan bebetnya. Dari perutnya dilahirkan 'putri-putri' cantik jelita. Jangan heran kalau 'don juan-don juan' dan 'pialang-pialang cinta' dari berbagai negeri saling berlomba meraih hati, meminang dan akhirnya mensetubuhi_ langkah-langkah prosedural ini dilakukan oleh mereka-mereka yang bersembunyi dibalik etika-moral_, bagi yang blak-blakan, tak peduli etika dan moral yang penting bisa mensetubuhi, entah itu lewat mak jomblang, mucikari atau memperkosa sekalian. Sebab dengan cara itu mereka akan mendapat emas, intan, tembaga, batubara, minyak, gas bumi dll. dll. dari sang putri.
***
Kayaknya orang-orang belanda tempo dulu punya kewaskitaan yang luar biasa terhadap bobot, bebet, bibit ibu pertiwi ini. Hingga mereka mengarahkan mata angin pelayarannya ke negeri nusantara yang kaya raya ini.
Akhirnya, tidak ada satu alasan pun bagi kita untuk tidak mensyukuri dan bangga akan anugrah Tuhan berupa negeri yang kaya raya ini. Walaupun dalam kenyataan kita hanya budak di negeri sendiri. Seperti kata pepatah, induk mati di lumbung padi. Ironis, memang!
'...Negeri kami subur, Tuhan', kata Wiji Thukul dalam lagu aksi ('lagu wajib' demontran) yang berjudul "darah juang".
Memang negeri ini subur makmur loh jinawi. Apa yang tabur kan bersemi. Ganja ditanam bersemailah extasi, horoin dan sejenisnya. Bahkan berkembang menjadi pabrik-pabrik narkoba yang diperhitungkan dunia. Menabur suap bersemilah koneksi, kolusi, dan nepotisme. Menabur pungli (pungutan liar) bersemilah korupsi. Menabur goyang bersemilah goyang ngebor ala Inul Daratista, goyang gergaji, goyang ngecor, goyang ngepir asyik, goyang karawang saking suburnya maka muncullah goyang tsunami di Aceh, goyang Ngayukyokarto, goyang Tasikmalaya.... dan yang paling akhir goyang Pariaman, Padang, Sumbar.
Akhirnya, anda bisa menabur apa saja di negeri yang subur dan kaya raya ini.
Menabur cela menuai petaka.
Menabur senyuman menuai teman.

Senin, 28 September 2009

Refleksi Mudik

Mudik adalah salah satu momentum budaya yang berkait erat dengan tradisi 'sungkeman', lebaran dalam tradisi jawa atau ajang silaturahmi dalam tradisi islam.
Kata mudik berasal dari kata 'udik' yang berarti kampung. Kata 'udik' mendapat awalan 'm(eng)'- m(eng)-udik berarti kembali ke kampung atau pulang kampung. Aktivitas mudik ini dilakukan oleh orang-orang kampung yang mengais kehidupan di kota, merantau. Kaum urban, menurut istilah sekarang.
Semakin bertambahnya kaum urban dalam setiap tahun memunculkan fenomena baru, tantangan baru, peluang baru dan masih banyak lagi hal-hal baru yang timbul dari budaya mudik ini. Kalau tradisi mudik 10-20 tahun yang lalu, mungkin, hanya pemerintah yang 'disibukkan' untuk menyediakan sarana tranportasi, angkutan lebaran. Tetapi belakangan ini,hampir semua orang jadi sibuk mengais keuntungan dari tradisi mudik ini. Mulai dari penyewaan mobil, penyediaan fasilitas-fasilitas khusus dari setiap agen perjalanan, operator seluler, produk-produk yang menunjang aktifitas mudik seperti minuman/makanan suplemen, minyak pelumas bagi kendaran, dan masih banyak lagi yang memanfaatkan momentum mudik ini sebagai ajang bisnis musiman.
Mudik adalah perjuangan.
Bagi sebagian orang, tradisi mudik adalah suatu berkah. Tapi bagi sebagian yang lain mudik berarti perjuangan. Orang rela melakukan apa saja demi mudik. Sebagian rela berdesak-desakan di atas kereta api berjam-jam, sampai sulit bernafas. Ada juga yang rela berkendara motor dengan seabrek barang bawaan plus anak dan istri. Ada juga yang naik truk dsb.
Mudik. Ya, mudik tetaplah mudik. Tradisi tahunan yang berkait erat dengan keutuhan kerabat, silaturahmi dan sungkem sembah bekti kepada famili. Mudik tetap saja menjadi tradisi unik, menarik dan asyik...

Kamis, 03 September 2009

aku, kotaku, aktifitasku

Beberapa waktu yang lampau, aku pernah mendengar pernyataan pesimis tentang kotaku, Magetan. Ada yang bilang kota Magetan adalah kota mati, karena bukan kota transit yang dapat merangsang munculnya aktifitas ekonomi yang menunjang produktifitas kehidupan masyarakat Magetan. Saat itu aku sempat berpikir, bahwa pendapat itu hanyalah pendapat yang antipatif, kurang kundusif dan, kasarnya bisa dibilang, hanya pendapat orang malas.
Kalau menurut pendapatku, saat itu dan kini, kalau magetan bukan kota transit bukan berarti kota mati. Magetan akan tetap menjadi kota hidup kalau kita juga berpikir bahwa kalau Magetan bukan kota transit berarti Magetan harus menjadi kota tujuan.

Magetan kota tujuan, why not?
Magetan Bisa menjadi kota tujuan, bukan hanya kota persinggahan. karena persinggahan ibarat hanya orang mampir ngombe, tapi kala tujuan ada unsur kesengajaan untuk berkunjung. Walhasil orang yang sengaja berkunjung ke kota Magetan telah memiliki perencanaan yang matang dan kemungkinan tinggal lebih lama dari sekedar singgah. Artinya kemungkinan mengenal sosial budaya kota magetan lebih mengena. Kota Magetan dari ujung barat sampai timur, dari Sarangan sampai Takeran meliliki memiliki keunikan sendiri-sendiri.
Sarangan selain dari industri pariwisata yang bersifat alami seperti telaga dan air terjun juga berpotensi menjadi agrowisata (pertanian yang populer dengan sayur-sayurannya). Bergeser sedikit ke timur ke Desa Sidomukti ( masih satu kecamatan dengan Sarangan yaitu Kec. Plaosan) ada home industri batik. Ke timur lagi ada industri kerajinan bambu, industri kulit ada mangga manalagi, jeruk pamelo dan masih banyak lagi. Sebenarnya tinggal bagaimana kita mengelola sumber daya masyarakat agar menjadi produk-produk yang bisa bersaing di pasar.

Sementara itu dulu sekilas tentang kotaku. Sebanarnya masih banyak yang ingin aku ulas. tunggu aja lain waktu. Mungkin anda tidak sependapat dengan aku? Silahkan beri komentar...